Selasa, 05 Mei 2020

cara Orang Minang menghadapi keturunan China? benarkah ?

Tulisan ini cuma mau mengomentari Postingan non ilmiah di fb. Berikut saya screenshoot postingannya.



mau bilang SOK TAU tapi nanti dibilang sok pintar pula.

poin satu. Orang Pariaman tak se-rasis itu. Turunan Cina Eksodus dari Pariaman bukan karena pengusiran oleh ajo2 Piaman, melainkan karena ketakutan setelah "terduga mata-mata" penjajah (kebetulan kokoh-kokoh turunan Cina) pada zaman perjuangan kemerdekaan dieksekusi oleh pejuang2 kemerdekaan di Pariaman. 

Kalau ada cina mau tinggal di sana mereka bakal Diusir? Sampai sekarang? Ah masa. Itu cuma pernyataan sesumbar saja TS saja karna dia yakin gak ada orang yg iseng yg melakukan survei atau membuktikan pernyataan bapak tadi.

Sepertinya, Bapak yg posting tsb terlalu percaya dengan cerita "konon katanya". Cerita-cerita meninggi seolah-olah orang Minang lebih maju drpd turunan Cina itu cuma lucu-lucuan di lapau belaka. Kalau dishare di medsos, ya Malu. Diolok-olok sama yang tau.

Di Bukittinggi usaha mereka (turunan china) tidak masiv? Coba liat di Jalan Minang di Bukittinggi. Banyak toko-toko besar punya turunan Cina. Jangan karna gak ada alfamart indomaret di Sumbar lantas bapak tsb cerita sambil tepuk dada dan berkata Orang Minang lebih maju. Btw, di Sumbar ada toko indomaret loh gaes, walau dia gak pakai nama indomaret. Saya punya teman kuliah yg pernah kerja di sana? Tentunsaja saya siap membuktikan info yg saya sampaikan ini. Kwkwkw...

Iya kali toko2 milik turunan china mengikuti aturan lokal. Lebih tepatnya, peraturan daerah. Kwkwkw... oh iya, bicara usaha mana yg lebih maju, tentu Minang dong ya kan. Ramayana kan orang Minang yang punya, bukan Cina. Eh. Salah ya.. 😂 bapak tsb gak mungkin lupa juga bagaimana ramayana di depan Jam Gadang itu dulu ditolak habis-habisan oleh pedagang pasa ateh. Tapi karena ORANG MINANG yang punya, ya jadi juga itu ramayana.. Eh.. salah lagi ya? Paulus Tumewu sama istrinya (adik edi tansil) tu Minang bukan sih? Minang kan ya? Kwkwkw....

Belum lagi pernyataan pada paragraf terakhir. Itu fatal sekali salahnya si bapak. Orang Minang itu terbuka pak. Jangankan masalah galeh manggaleh, masalah agama saja mereka lebih terbuka dan lebih santuy thd perbedaan. Tak percaya? liat aja di Sumbar, mana ada penolakan ustadz A ustadz B dari ormas ini ormas itu manhaj ini manhaj itu, tarikat ini tarikat itu. Welcome aja kan kita. Ya kalau ada bisik bisik di belakang ya wajar. Sedangkan  sodara aja masih bisa kita bisik-bisiki ke sodara yg lain. Apalagi pengajian-pengajian ya kan.

Menjaga adat istiadat dan tak mau berurusan dan bekerja sama dengan cina? Lah apa korelasi adat dan kerja dengan cina? Ada larangan kah ? Kok baru tau gua. Kwkwkwkw..

kebanyakan makan ajinamoto bapak ni kayaknya. Atau kebanyakan dengar cerita2 halu nan keren bin heroik dari mulut ke mulut. Cerita halu yg kayak mana?
Gini ceritanya.

---------------------
Pada suatu hari, Pak Gindo cerita kepada anaknya.
Pak gindo: sehebat hebat usaha milik orang turunan cina. Orang Minang selalu lebih maju dan di depan.
Anak: loh. Masa iya pak. Di pasar ambo lihat toko2 besar milik turunan cina semua.
Pak gindo: iya. Cina jualan di tokonya. Urang awak kembangkan lapak di terasnya. Kan lebih di depan tu. Hahaha
-------------------

Hahaha...
Kalau usaha orang Minang lebih di depan versi carito Pak Gindo tsb, ambo picayo pak. Kwkwkwkwk

Kalau ada pemaparan ambo yg salah, mohon dikoreksi.

Baraja ka nan pandai, batanyo ka nan tau. Wassalam.

Rabu, 24 Juli 2019

Memoar: "behind the scene" Sulsel-Kalsel

"Manusia tak bisa mengubah arah angin, tapi ia bisa menyesuaikan arah layar"

Kutipan bijak di atas merupakan sebuah contoh penerapan dalam membaca kesempatan. Hal ini sebenarnya hanya bermodalkan keberanian. Namun pada kenyataannya tindakan kecil untuk memanfaatkan peluang dan kesempatan tersebut jarang dilakukan. Konon menurut sebagian orang yang saya temui, mereka malah cenderung membuang kesempatan yang datang karena dinilai tidak sesuai dengan target dan tujuan yang ingin dicapai.

Memasang target adalah sebuah keharusan bagi orang-orang visioner. Namun untuk mencapai target tersebut, seharusnya ia betul-betul paham,  bahwa untuk mendapat target dan mencapai tujuan, terkadang kita harus mengambil jalan berliku dan berputar. Bahkan tak jarang jalan yang diambil sangat berbeda dengan jalan yang biasa dilewati kebanyakan orang. Tapi hal terpenting adalah sampai pada tujuan yang diinginkan, walau kadang lebih lama dari waktu yang seharusnya. Kalau waktu pencapaian yang lebih lama ini menjadi masalah, ya silahkan membuang kesempatan dan akhirnya berujung penyesalan.

*****

Sebagaimana manusia pada umumnya, saya memiliki ketertarikan untuk "jalan-jalan". Walaupun bukan mengejar objek wisata, tapi jauh di dalam hati saya, saya sangat terobsesi untuk mengunjungi pulau-pulau di luar sumatera. Di tahun 2012, saya memasang target untuk menginjakkan kaki (minimal di satu kota saja) di Pulau Kalimantan, Sulawesi dan Irian selama saya masih berstatus mahasiswa.

Walaupun hingga tulisan ini saya buat, keinginan untuk sampai ke Papua tersebut urung terlaksana. Namun kehadiran diri saya di Pulau Kalimantan dan Sulawesi berhasil saya wujudkan di akhir-akhir masa studi saya. Semua karena itu tadi, selama ini saya terlalu terpaku dengan target dan mengabaikan jalan lain untuk sampai ke sana. Tetapi pada akhirnya saya melihat kesempatan, walaupun memutar jalan dan waktu tercapainya lebih lama.

*****

Setelah memasuki masa-masa penyusunan skripsi, sebenarnya saya sempat mencoret target untuk menginjakkan kaki ke 3 pulau di luar Sumatera dan Jawa. Hal ini akibat saya tak pernah lolos pada kegiatan-kegiatan fully funded di ketiga pulau tersebut.

Kenapa harus fully funded? Karena utk mengajukan proposal pembiayaan di kampus kami susahnya minta ampun (apalagi kalau yang mengajukan adalah individu). Namun Alhamdulillah, tuhan semesta alam telah memberikan saya kesempatan mencapai 2 dari 3 target perjalanan saya. Tentu saja hal ini juga berkat persetujuan kedua orang tua yang selalu mendo'akan keberhasilan kepada anak-anaknya untuk mencapai mimpi..

*****

Pertama, Sulawesi. kesempatan untuk menginjakkan kaki ke sana saat saya masih berstatus mahasiswa muncul pada tahun 2016. Pada tahun itu, sebuah Unit Kegiatan Mahasiswa di tingkat Universitas di kampus saya diancam akan dibubarkan karena gagal melakukan realisasi anggaran dan vakum kepengurusannya. Saya yang sudab beberapa bulan demisioner dari BEM UNRI langsung memanfaatkan kabar tersebut.

Sebagai seorang mahasiswa yang juga pernah fokus pada dunia olahraga mahasiswa, saya juga cukup mengikuti info kegiatan dwi tahunan olahraga mahasiswa, yaitu POMNAS (Pekan Olahraga Mahasiswa Nasional) yang pada tahun 2017 akan dihelat oleh BAPOMI (Badan Pembina Olahraga Mahasiswa) Sulsel sebagai tuan rumah.

Tak berlama-lama, akhirnya, saya memanfaatkan kevakuman UKM Olahraga dengan mengaktifkan kembali organisasi tersebut dan menjadi pucuk pimpinannya dan langsung mengenalkan kelembagaan yang saya pimpin kepada mahasiswa UNRI pada kegiatan tahunan BEM UNRI, UNRI EXPO. Selanjutnya, saya melakukan beberapa improvisasi yang saya rasa akan menaikkan "pamor" dan memperlihatkan kesuksesan saya sebagai ketua. Salah satunya adalah memperbanyak cabor di bawah UKM Olahraga serta mengenalkan lembaga yang tak pernah diketahui kebanyakan mahasiswa di UNRI tersebut dengan selalu memenuhi undangan kelembagaan lain maupun kegiatan-kegiatan kemahasiswaan UNRI. Walaupun saya lebih sering menyuruh pengurus saya yang hadir, tentu saja tujuannya untuk memberikan mereka panggung dan memperluas pergaulan, mengingat saat itu saya sudah cukup uzur untuk menunjukkan eksistensi di kampus. Alasan utamanya sih ya kewajiban Muslim utk memenuhi undangan.

Tak terlalu lama berselang setelah saya menjadi ketua UKM, saya mendapat kesempatan membahas POMNAS yang akan diadakan di Makassar dengan Wakil Rektor 3 bidang kemahasiswaan dan alumni UNRI. Hal yang sangat saya tunggu.

Selain sesama berasal dari Sumbar, komunikasi kami juga lebih cair karena sesama perokok. Beliau juga selalu memperlakukan saya seperti teman sepergaulannya. WR3 UNRI tersebut memang terkenal ramah dan dekat dengan mahasiswa. Di tengah pembicaraan ngalor ngidul penuh canda, saya sampaikan bahwa saya ingin menyaksikan POMNAS dan ingin menginjakkan kaki di Indonesia tengah dan timur.

Hasil dari diskusi-diskusi estafet kami tentang pomnas adalah menunjuk UKM OR UNRI sbg pelaksana seleksi mahasiswa UNRI calon peserta POMNAS untuk mewakili Riau. Saat memasuki masa-masa libur semester, yang mana hampir semua pengurus UKM OR sedang menjalani masa-masa KKN, WR3 memberikan arahan utk memulai seleksi terhadap mahasiswa UNRI yang akan dikirim BAPOMI Riau utk ikut POMNAS. Saat itu, kami yang tidak menganggarkan seleksi POMNAS saat musrenbang tidak mendapatkan suplai anggaran, sehingga seleksi tersebut kami adakan seadanya.

Gayung bersambut, pelaksanaan POMNAS semakin dekat, saya dipanggil ke ruang WR3 dan mendapat arahan terkait keberangkatan POMNAS. Saya akan berangkat 2 minggu ke depan walaupun kala itu saya sedang bersiap untuk ke Mentawai mengikuti ENJ 2017. Keberangkatan ke sulawesi akan dilaksanakan saat saya masih melakukan pengabdian pada kegiatan yang berinduk pada Kemenkomar RI tersebut. Jadilah saya berangkat ke Mentawai namun tidak mengikuti ENJ 2017 sampai selesai.

Pulau kedua, Kalimantan. Pada perhelatan Olahraga Mahasiswa Nasional, saya banyak bertemu dengan ketua UKM OR dari daerah lain. Dimulai dari sharing informasi, keluh kesah permasalahan olahraga di daerah masing-masing hingga konsolidasi dan penyamaan persepsi tentang visi misi dunia olahraga mahasiswa, maka kami sepakat untuk membentuk forum UKM OR se Indonesia dan akan mengadakan munas pertama di caturwulan pertama 2018. Saya yang berencana akan mengadakan suksesi di akhir tahun 2017 (paska POMNAS dan menyesuaikan dengan pembukuan anggaran di Kampus) akhirnya melihat peluang untuk "jalan-jalan" ke Kalimantan dan memutuskan memperpanjang masa jabatan di UKM. Artinya, saat semester 14 pun saya masih memikul amanah di kelembagaan kampus.

Seiring berjalan waktu paska pertemuan di POMNAS, saya melakukan lobby-lobby agar MUNAS pertama Forum UKM OR (Unit Kegiatan Mahasiswa Olahraga) se-Indonesia tersebut diadakan di Kalimantan. Akhirnya UIN Antasari di Banjarmasin menyanggupi tugas sebagai tuan rumah tersebut. Jadilah saya berangkat ke Kalimantan Selatan sebagai perwakilan dari UKM OR UNRI didampingi oleh wakil dan bendahara saya di kepengurusan UKM.

Walau hanya secuil Sulawesi dan Kalimantan, yang penting target sudah terjajaki.

Kalau ingin ke Jakarta, jangan paksakan harus naik pesawat karena harga tiket pesawat sedang menggila. Lebih baik kau naik bus. Walaupun lebih lama, harus singgah ke Jambi, Palembang dan Lampung lalu menyeberang pakai kapal ferry, kau akan tetap sampai Jakarta.

Berlayarlah nak. Walau kau tak bisa mengubah arah angin, tapi kau bisa menyesuaikan arah layar.

Minggu, 21 Juli 2019

sepenggal cerita dari timur

Toleransi menjadi sebuah kata yang erat kaitannya dengan politik belakangan ini. Kata ini kerap didengungkan saat akan ada pemilihan kepala daerah apabila salah satu calon kepala daerah ada yang beragama berbeda dengan mayoritas penduduk di daerah tersebut. Lihat saja Pilgub Jakarta. Namun penggunaan kata "Toleransi" tersebut sangat berbeda dengan “Toleransi” antar umat beragama yang saya rasakan saat menginjakkan kaki di Desa Dullah Laut.

Desa Dullah Laut, merupakan sebuah desa yang terletak di Pulau Duroa Kota Tual Provinsi Maluku. Mayoritas penduduknya beragama Islam. Namun di desa ini terdapat sebuah dusun yang hanya dihuni oleh orang-orang beragama kristen (Dusun Duroa). Menurut banyak warga yang saya wawancarai, ketika konflik antar penganut agama (kristen-islam) yang melanda Maluku tahun 1999 silam, desa ini tidak terpengaruh sama sekali. Malahan, penduduk Muslim di desa ini menjaga penduduk kristen yang jumlahnya lebih sedikit dari serangan Muslim dari luar desa. Begitulah masyarakat Desa Dullah Laut memberikan contoh bagaimana sebenarnya toleransi itu, walaupun mereka jauh dari hingar bingar kota besar dan belum terlalu diperhatikan “oleh pembangunan”.


bersama dua orang penerus bangsa asli Tual.
Pembangunan yang tertinggal, itulah kalimat yang dirasa tepat apabila disematkan ke Desa Dullah Laut. Selain karena letak geografisnya yang berada di Timur Indonesia, Desa Ini juga terpisah dari pusat pemerintahan Kota Tual karena Desa Dullah Laut berada di Pulau yang berbeda. Selain keterbatasan fasilitas umum, desa ini juga belum dialiri listrik. Walaupun pada tahun 2018 silam di desa ini sudah dibangun gardu mesin PLTD, namun waktu pengoperasian sumber listrik di desa ini belum diketahui. Selain itu, di desa ini juga ada para pengabdi di dunia kesehatan, para relawan “Nusantara Sehat” yang ditugaskan di puskesmas desa Dullah Laut yang memiliki banyak alat-alat medis "berbahan bakar" listrik, namun hanya dapat digunakan sesekali saja. Sama halnya seperti SM3T, Indonesia Mengajar, Patriot Energi, Ekspedisi NKRI, Ekspedisi Nusantara Jaya, KKN (Kuliah Kerja Nyata) dan program-program kerelawanan pengembangan dan pendampingan masyarakat lainnya tentu menjadi parameter dan indikator khusus bagaimana kita akan menilai kemajuan sebuah daerah.


Berbicara tentang ketertinggalan suatu daerah tentu akan menjadi tidak adil apabila kita hanya melihat dari sudut pandang masyarakat menilai pemerintah saja. Berdasarkan hasil wawancara yang kami lakukan kepada masyarakat, ternyata Desa Dullah Laut ini pernah diberikan generator (PLTD) sebagai sumber listrik di desa ini. Namun akibat kelalaian masyarakat, gardu pembangkit listrik ini terbakar. Kemudian  pada tahun 2011, di desa ini juga dipasang PLTS yang merupakan bantuan KKP, namun seperti sebelumnya, gardu PLTS ini juga terbakar. Konon berdasarkan pengakuan masyarakat, gardu ini terbakar akibat pemakaian listrik yang berlebihan oleh masyarakat. Selain itu, panel surya di desa ini juga dijual oleh oknum perangkat desa pada masa itu kepada masyarakat dengan harga murah.

Selain listrik, desa ini juga memiliki permasalahan lain yaitu sumber air. Tercatat di desa ini hanya ada 5 sumber air yaitu 3 di kampung Muslim (desa), 2 di kampung kristen (dusun). Dan belakangan beberapa sumber air tersebut juga sudah menjadi air slobar (payau atau mengandung garam), seperti sumber air di wilayah pesisir lain di Indonesia. Pada saat kedatangan kami di desa ini, hanya ada satu sumber air tawar yang terletak di dusun, sisanya? Air Payau. Silahkan bayangkan bagaimana mandi karena badan lengket oleh keringat menjadi lengket karena air asin. Benarkah sumber air su dekat?

Di balik keterbatasan yang dialami Desa Dullah laut, desa ini sebenarnya memiliki potensi wisata bahari yang siap menggeser posisi Raja Ampat di Papua Barat sebagai salah satu destinasi wisata bahari terfavorit di Indonesia Timur. Desa Dullah laut memiliki potensi kelautan perikanan berupa beberapa jenis  ikan, lobster, kerang mutiara, teripang, rumput laut dan lain-lain. Namun tidak hadirnya BUMN dan BUMD yang bergerak di bidang kelautan dan perikanan di tengah-tengah nelayan menjadi bukti bahwa potensi ini tidak diperhatikan oleh pemerintah daerah apalagi pemerintah pusat. Selain itu, potensi kelautan desa ini juga dieksploitasi oleh perseorangan tanpa memikirkan profit untuk desa. Salah satunya adalah kerang mutiara. Desa Dullah Laut pernah mengalami konflik karena sebuah pulau. (P. Ohoimas) dikuasai oleh WNI keturunan Tionghoa yang digunakan untuk budidaya kerang mutiara. Namun harga kontrak pemanfaatan lahan (kawasan pulau dan perairannya) sangat rendah. Hal ini menyebabkan protes masyarakat yang konon berujung bentrok antar warga setempat dengan sekelompok massa dari luar pulau yang melindungi kepentingan pemilik budidaya kerang mutiara tersebut.

Selain sejarah berkonflik, sebenarnya juga banyak hal-hal positif yang dapat kita ambil dari masyarakat Maluku khususnya masyarakat Desa Dullah Laut, yang sebagian besar penduduknya adalah nelayan. Dengan keterbatasan utama berupa listrik, mereka dapat hidup dengan optimisme dan hajat merubah hidup yang tak kalah besar dari orang yang hidup di kota besar. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya pemuda yang berkuliah dan telah menjadi alumni perguruan tinggi di berbagai daerah di Indonesia. Walaupun susahnya mendapakan pekerjaan dan membuat sebagian besar dari mereka berakhir menjadi nelayan kecil dan penjaga kios milik orang tuanya namun bagaimana selayaknya seorang sarjana, mereka menjaga nalar yang kritis dan maju untuk menyumbangkan gagasan demi kemajuan desa.

Ada yang unik ketika kami mulai mencari akses komunikasi ke pemerintah Desa Dullah Laut. Desa ini tidak dipimpin oleh Kades definitif, tapi dipimpin oleh seorang Pejabat sementara yang merupakan ASN di Kantor walikota Kota Tual dan sehari-hari berdomisili di pusat pemerintahan Kota. Selain itu, Pjs Kades Desa Dullah laut juga tidak mengetahui RPJMDes dan data yang berhubungan dengan kepentingan administrasi desa seperti jumlah penduduk, jumlah KK, jumlah bangunan, fasilitas umum dan hal-hal terkait lainnya. Sebuah hal miris bagi saya pribadi ketika diarahkan ke Sekretaris Desa (yang ternyata masih saudara sepupuan Pjs. Kades) karena yang bersangkutan tidak memiliki data yang kami butuhkan, setelah kami selesai melakukan survei di Kota Tual, Pjs. Kades Dullah Laut malah menanyakan data jumlah penduduk, KK, bangunan dan fasum yang ada di desa yang dia pimpin. Selain karena beliau adalah putra daerah, tentu saja jabatan yang ia emban membuat permintaannya kepada kami terlihat tidak etis dan tidak biasa

oh iya. Banyak yang bertanya, apa peduli saya sehingga menulis tentang kondisi yang saya lihat di Maluku?
Singkat saja. KATONG BERSAUDARA!

Rabu, 30 Januari 2019

123 hari ber-KAMMI

Kritik dari seorang kader KAMMI yang biasa berdiri di pojokan, terhadap para pemain dan petarung di kesatuan.

(123 hari diamanahkan sebagai ketua Komisariat Ibnu Batutah)

Muslim Negarawan.
KAMMI merupakan organisasi kader (harakatut tajnid) dan organisasi pergerakan (harakatul ‘amal) yang dilahirkan para da'i dari 63 kampus saat krisis nasional melanda Indonesia 1998 silam. Beranjak dari keprihatinan dan kepekaan terhadap permasalahan-permasalahan masyarakat, KAMMI kemudian memposisikan diri sebagai oposisi pemerintah. Namun seiring perubahan zaman, sekarang KAMMI mulai mencoba pergerakan gaya baru, mitra kritis pemerintah.

Perubahan pola gerakan tidak hanya dilakukan oleh kader2 yang beraktivitas di pusat pemerintahan (pengurus pusat). Perubahan gaya main ini juga dilakukan hingga tingkat Provinsi dan daerah. Bahkan untuk komisariat yang seharusnya berperan sebagai level penanaman ideologi pun mengalami transformasi.

Bukanlah sebuah kesalahan apabila kader-kader KAMMI membangun kedekatan emosional dengan para elit. Namun, apabila kedekatan tersebut membuat "kesatuan aksi" ini masuk angin, bukankah lebih baik KAMMI mengganti nama organisasinya? Kader KAMMI seolah lupa motto organisasinya, "aksi kuat ibadah taat prestasi hebat". Dengan alasan, demo bukan lagi menjadi jalan yang bagus untuk menyampaikan pendapat, advokasi-advokasi akan lebih mudah apabila KAMMI membangun kedekatan dengan pejabat2. Ya ya. Kalian luar biasa.

Namun sayang, alasan tetaplah alasan. Banyak Kader KAMMI yang membangun komunikasi dengan elit namun semua digunakan utk kepentingan oportunis belaka. Hasilnya, kedekatan dengan tujuan mulia yang mereka sampaikan hanyalah jadi mimpi dan khayalan semata. Bahkan parahnya, sebagian dari mereka malah menjadi informan dan intel pemerintah. Menjual informasi pergerakan organisasi demi kepentingan diri sendiri. Tentunya, kita hanya bisa berharap, semoga para "intel" ini hanya sekedar jualan informasi, tidak sampai menggembosi gerakan KAMMI. 

Tahun ini, KAMMI memasuki usia 21 tahun. Dengan usia yang tidak lagi dikatakan sebagai remaja, sarat akan penasaran dan coba-coba demi menemukan jati diri, kader KAMMI malah menjauh dari visi KAMMI. KAMMI yang berusia kategori pemuda, seharusnya jauh lebih produktif dan menghasilkan kader-kader pemimpin yang berjuang untuk kepentingan orang banyak, bukan untuk nafsak (diri sendiri).

Berkebalikan dengan motto KAMMI, para kader KAMMI bukannya sibuk menunjukkan aksi yang kuat, ibadah yang taat dan prestasi yang hebat, mereka malah berlomba-lomba menjilat kepada pejabat. Mencari dukungan kepada orang kuat, pencitraan melalui perkumpulan2 orang taat dan kongkow-kongkow bersama orang2 hebat. Namun ketiga golongan manusia di atas lagi-lagi digunakan demi kepentingan pribadinya.

Permasalahan lainnya, kader KAMMI tak lagi bergerak berdasarkan skala prioritas. Mereka tidak lagi bergerak berdasarkan kegiatan penting mendesak, penting tak mendesak dsb. Banyak dari mereka juga tak lagi tertarik bergerak untuk tugas-tugas yang tidak dapat menunjukkan eksistensi diri seperti antar surat, pasang spanduk dan jauh dari perhatian khalayak ramai.

Kebanyakan kader KAMMI bahkan jauh lebih memilih kegiatan2 lembaga intra kampus yang dilaksanakan bersama orang banyak dibanding tugas-tugas dari rumah kecil mereka seperti komisariat yang hanya dihuni oleh sedikit orang. Memang, kegiatan lembaga internal kampus terlihat lebih populis dibanding kegiatan kesatuan. Bahkan parahnya, komisariat hanya dijadikan pelarian saat mereka "kehabisan amanah" di kampus. Namun sayangnya, banyak kader KAMMI tipe ini tetap gagal bertugas dengan baik di kesatuannya. Dengan segala macam alasan, bahkan mereka melakukan pembenaran. 

Selain masalah masalah di atas, masalah pelik lainnya adalah kader KAMMI yang tidak dapat membedakan status atau jenjang pengkaderan yang telah dilalui. Permasalahan utamanya yaitu, kader AB2 yang harus selalu diarahkan laksana kader AB1.

Seharusnya, kader AB2 memiliki syakhsiyah da’iyah Mufakkirah (kepribadian da'i yg mampu menjadi seorang penggerak). Mereka dianggap memiliki kematangan berfikir dan mampu menjadi teladan ditengah masyarakat, menjadi teladan bagi gerakan mahasiswa, mengislamisasi ilmu pengetahuan pada bidangnya dan mempelopori penerapan solusi Islam terhadap berbagai segi kehidupan manusia. Namun, lagi-lagi lain teori, lain yang terjadi. AB2 tak bisa diarahkan? Ini lebih parah lagi

Ibnu Batutah merupakan sebuah komisariat paling muda di antara komisariat-komisariat yang ada di Universitas Riau. Namun, alasan usia tersebut tidak dapat dijadikan alasan dan pembenaran terhadap pergerakan komsat yang jalan di tempat. Apabila komisariat dirasa hanya menjadi pengganggu gerakan kader tarbiyah dan kelembagaan-lelembagaan yang menjadi wajihah kader dakwah di fakultas perikanan dan kelautan, lebih baik komisariat ini dibubarkan saja.

Sejatinya rumah dijadikan tempat bernaung. Namun apabila engkau kerepotan dan keteteran setelah banyak membeli rumah, lebih baik beberapa rumah dari yg dipunya dijual saja. Apabila engkau merasa sangat sibuk untuk mengurus KAMMI, maka ingatlah, organisasi ini tak diisi oleh pengangguran. Semua kader KAMMI memiliki kesibukan masing-masing. Namun hanya mereka yang peduli yang mampu berjuang untuk KAMMI.

Target 100.000 recruitment anggota baru adalah misi luar biasa (di tengah-tengah hantaman perusakan bangsa) demi terwujudnya Tagline JAYAKAN INDONESIA 2045. Namun, kuantitas yang banyak apabila tidak diiringi dengan kualitas yang berbanding lurus dengan kuantitas tersebut, KAMMI akan selamanya menjadi organisasi yang stagnan. Tak akan mengalami perubahan visi, karna visi yang dipunya tak kunjung tercapai. Kita harus berbenah. Jangan sampai kader KAMMI miskin di bidang ekonomi, tapi juga minim akan prestasi.

Mengutip paragraf terakhir pada caption di press release Musyawarah Komisariat Ibnu Batutah silam, "Semoga kita semua tetap komitmen dan istiqomah dalam setiap kebaikan jalan panjang ini (Dakwah), karna sejatinya perjuangan kita tidak terbatas hanya karna periode, perjuangan ini harus terus berlanjut kapanpun, dimanapun kita berada sebagai seorang mulim, seorang da'i dan seorang negarawan walaupun hanya tinggal seorang diri, InsyaAllah."

Jayalah KAMMI.
Muslim Negarawan.

ALLAHU AKBAR!!


Tulisan panjang ini ditulis setelah shalat subuh sambil tiduran menunggu antrian mandi. Jadi, tulisan ini dibuat tanpa membuka sumber-sumber kredibel dan panduan-panduan organisasi KAMMI. 

Wanda Syahrian
(AB II KAMMI Komisariat Ibnu Batutah KAMMI Pekanbaru)

Sabtu, 12 Januari 2019

Kisah Andini di Pelalawan, bahan kritik untuk semua

Beberapa hari belakangan, masyarakat Riau dikejutkan oleh sebuah kisah dari Pelalawan. Andini, seorang gadis berusia 14 tahun mengasuh kedua adiknya sendirian karena sang ayah pergi meninggalkan mereka, tak lama setelah ibu mereka meninggal dunia. Kemudian setelah pemberitaan tentang anaknya tersebut viral, ayah dari ketiga anak-anak tersebut dikabarkan pulang. Namun, masalahnya tak selesai begitu saja.

Sebagai seorang ayah yang meninggalkan 3 anak (2 di antaranya adalah batita) untuk hidup mandiri adalah sebuah tindakan kejahatan. Bapak macam ini, kalau di kampung halaman saya di Sumbar, merupakan tipe "Sumando apak paja". Laki-Laki jenis ini dikenal sebagai orang yang tukang kawin tapi meninggalkan kewajiban untuk menjaga darah dagingnya sendiri. Sungguh perbuatan memalukan.

Saya rasa, sudah sepantasnya KOMNAS Perlindungan Anak ambil sikap terkait permasalahan yang terjadi di Pelalawan sana. Lelaki seperti ini pantas untuk dijebloskan ke dalam penjara. Apabila dibiarkan, tentu masyarakat akan bertanya-tanya, menimbulkan ketidak percayaan, kecurigaan dan spekulasi terhadap KOMNAS PA. Masyaraat bisa saja beranggapan bahwa KOMNAS PA hanya mencari panggung lewat berita-berita yang viral di media nasional.

Permasalahan Andini di atas, menampar wajah kita semua. Tak dapat dipungkiri, belakangan ini terlalu sibuk berdebat membahas pilpres. Sementara kita lupa memperhatikan saudara-saudara kita yang membutuhkan perhatian. Selain itu, pemerintah juga telah lalai dalam menjalankan amanah UUD.

Sesuai dengan UUD 1945 Pasal 34 ayat 1 yang berbunyi “Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara”. Maka, pemerintah daerah mulai dari desa hingga pemerintah pusat sudah sewajarnya meminta maaf kepada Andini dan dua adiknya, serta Andini-Andini lain di luar sana.

Sebagai seorang pemimpin, yang memikul hajat hidup masyarakat banyak, Pemerintah sudah seharusnya hadir dan turun dari singgasananya saat ada masalah seperti ini. Selain memberikan jaminan pendidikan, bantuan ekonomi dan lain-lain kepada Andini-Andini di se-antero Indonesia. Mungkin para pemimpin ini lupa bagaimana khalifah Umar bin Khattab berkeliling Kota Madinah setiap malam untuk mencari rumah-rumah orang yang kesusahan.

Saya yakin, permasalahan ini adalah permasalahan gunung es. Dan kisah pilu Andini dan kedua adiknya ini merupakan lelehan gunung es yang berada di Riau. Masih ada gunung es lainnya di luar sana. Apabila masih ada masalah-masalah kelalaian pelaksanaan amanah UUD seperti ini, lebih baik para pemimpin-pemimpin ini, mulai bupati, gubernur hingga presiden, lebih baik mundur saja dari jabatannya.

Setiap Kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang dipimpinnya”. (HR. Bukhari Muslim)




Sumber berita:


Kamis, 06 September 2018

Berbalas pantun

Belakangan ini jagad sosmed pengurus kelembagaan se-lingkungan UNRI dihiasi oleh link-link blog berisi tulisan dari beberapa orang, yang dilatar belakangi oleh satu hal saja, SOP jam malam yang diberlakukan BEM UNRI.

Tulisan-tulisan yang saya maksud di atas, seperti berbalas pantun. Saling sahut menyahut. Dimulai dari Wilingga yang menulis di rubrik opini bahana mahasiswa yang kemudian mendapat respon oleh Randy Lorena eks. Menlindup BEM UNRI KPP. Tulisan Randy ini dibalas oleh Wicak seorang PNS di bikini bottom (dia memang gitu) kemudian Sofia dari BEM UNRI KHP. terakhir sedikit antiklimaks dari Pimpinan umum Bahana Mahasiswa, Agus.

Apabila hendak melanjutkan berbalas-balasan "pantun" yang hangat dan menarik ini, ada baiknya kita flash back bagaimana awal mula bahan diskusi ini terjadi. Pemberlakuan jam malam di BEM Universitas Riau.

Sebagian besar mungkin sudah tau, batas keberadaan wanita di sekretariat BEM UNRI adalah pukul 18.00. Saya juga sudah sangat memahami aturan ini lantaran pernah menjadi pengurus BEM UNRI selama dua Periode (KBL dan KSK). Namun, saya tak akan ikut membahas poin-poin yang disampaikan oleh rekan-rekan saya sebelumnya, seperti keseteraan gender atau bentuk perlindungan kepada wanita.

Sabtu, 20 Agustus 2016

dibuang sayang


teriring salam dan do'a....

tanpa bermaksud menyinggung siapapun yang merasa tersinggung akibat tulisan dari orang yang bahkan jarang membaca dan tidak pandai menulis ini..
tulisan ini hanyalah sebuah catatan muhasabah diri bagi kita semua, terlebih saya sendiri. adapun tulisan ini terfikirkan saat saya merasakan sebuah kegelisahan akan trend menulis belakangan ini.

bukan berniat menggurui, apalagi berlagak lebih senior, tapi anggap saja tulisan ini sebagai sebuah pengingat dari orang yang juga pernah berproses walaupun jauh dari kata "totalitas". saat ini, saya berada pada posisi di luar lapangan bola, saya hanya bisa mengkritik, mencaci maki dan lain-lain. entah teriakan saya akan didengar atau dijalankan, tetap saja itu kuasa para pemain.
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh....

ANTARA MEMBACA, MENULIS & DISKUSI